Feeds:
Posts
Comments

Jakarta, Dari 6 miliar lebih penduduk dunia, 2 miliar diantaranya telah terinfeksi hepatitis B. Sebagian akan sembuh tapi 400 juta lainnya akan menjadi pengidap kronis menjadi sirosis dan kanker hati.

Tanpa disadari, 2 miliar orang di dunia pernah terinfeksi hepatitis B, yang artinya sepertiga dari penduduk dunia pernah terekspos virus Hepadnaviridae, yaitu virus penyebab hepatitis B atau disebut juga Hepatitis B Virus (HBV).

Dari 2 miliar penduduk dunia terinfeksi hepatitis B, 400 juta menjadi pengidap kronis menderita sirosis dan kanker hati, yang menyebabkan 250.000 per tahun.

Indonesia merupakan salah satu negara dengan jumlah penderita hepatitis B terbanyak, setelah China dan India.

Penderita hepatitis B dan C di Indonesia diperkirakan mencapai 30 juta orang. Untuk hepatitis B saja mencapai 9,4 persen dari jumlah penduduk Indonesia.

“50 persen (15 juta) penderita hepatitis di B dan C di Indonesia akan menjadi penyakit hati kronik, yang 10 persennya menjadi liver fibrosis dan kanker hati,” ujar Prof dr Tjandra Yoga Aditama, Dirjen P2PL Kemenkes, dalam acara konferensi pers di Gedung Kemenkes, Senin (25/7/2011).

Prof Tjandra menyatakan bahwa 1,5 juta orang Indonesia berpotensi kanker hati.

“Kalau hepatitis B menyerang orang dewasa, 90 persen bisa disembuhkan. Tapi kalau menular pada bayi, maka 90 persennya akan menjadi kronik dan seumur hidup bisa menjadi pengidap,” jelas Dr. dr. Unggul Budihusodo, Sp.PD, KGEH, Ketua Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia (PPHI).

Dr Unggul menyatakan 97 persen bayi yang tertular virus hepatitis B akan menjadi pengidap seumur hidup. Dan pada umumnya penderita hepatitis B yang ada adalah sudah tertular dari bayi.

“Untuk itu, vaksinasi hepatitis B wajib diberikan pada bayi pada hari pertama kelahirannya,” jelas Dr Unggul.

Virus hepatitis B sangat mudah menular, bahkan 100 kali lebih mudah dibandingkan virus HIV dan virus ini dapat bertahan hidup selama 1 minggu hingga berbulan-bulan di luar tubuh, serta alat-alat medis dan alat pemeriksaan gigi.

Virus hepatitis B menular melalui darah dan cairan tubuh manusia, yaitu:

  1. Dari ibu penderita hapatitis B kepada bayinya saat dalam kandungan atau dilahirkan
  2. Berhubungan seksual dengan penderita hepatitis B tanpa pengaman
  3. Melalui suntikan atau transfusi darah yang tercemar virus hepatitis B, seperti pengguna narkoba suntik, pengguna alat kesehatan (jarum, pisau, gunting) yang tidak disterilkan sempurna, tindik, tato, pisau cukur, gunting kuku yang tidak steril.

Sebagian besar orang yang terinfeksi hepatitis B memang tidak menunjukkan gejala apapun, tapi gejala-gejala umum yang tampak pada sebagian kecil penderita hepatitis B adalah sebagai berikut:

Hepatitis B akut (terinfeksi kurang dari 6 bulan)

  1. Mual, muntah, nafsu makan turun dan panas
  2. Warna air seni coklat seperti teh
  3. Bagian putih mata tampak kuning
  4. Kulit seluruh tubuh tampak kuning
  5. Warna tinja kuning

Hepatitis B kronik (lebih dari 6 bulan atau menahun)
Sebagian besar tanpa gejala nyata. Tapi keluhan umum seperti lemas, lekas capek, ngantuk, gangguan pencernaan, kembung, mual dan kurang nafsu makan.

Source

JAKARTA, KOMPAS.com – Setiap jenis penyakit seharusnya jangan pernah dianggap sepele. Seperti misalnya hepatitis, ketika menunjukan suatu kondisi dari hati yang mengalami peradangan. Kebanyakan masyarakat masih kurang peduli dan cuek dengan penyakit yang satu ini, karena menganggap dampak yang ditimbulkan tidak langsung dan memakan waktu cukup lama.

“Harus diberitahukan bahwa hepatitis ini adalah cikal bakal untuk menjadi kanker mungkin orang akan takut sedikit,” ujar Prof Dr H Ali Sulaiman, PhD, SpPD-KGEH, Divisi Hepatologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jumat, (24/6/2011).

Menurut Ali, berdasarkan Study of chronic hepatitis C prevalence in health care professionals tahun 2008, sekitar 3,4 juta populasi Indonesia terinfeksi hepatitis C. Dan sekitar 2 juta terinfeksi virus genotipe 1 (sulit diterapi).

“Hepatitis C ada genotipnya, jadi jenis 1 dan 2. Jenis 1 (satu) adalah yang terbanyak dan susah diobati,” ujarnya.

Sedangkan untuk pengobatan genotipe 1, Ali menuturkan, bisa dilakukan dengan menyuntikan pegasys. Namun harga untuk obat ini masih tergolong sangat mahal. Bayangkan saja, sekali suntik Pegasys, berkisar antara 1-2 juta rupiah.

“Padahal untuk genotip 1 (satu) itu harus disuntik 48 kali,” ujarnya.

Mengingat masih mahalnya biaya pengobatan tersebut, Ali berharap dengan bantuan dari pemerintah, obat tersebut bisa dibuat generik.

“Barangkali itu harapan kami dalam upaya kalau memang kita mau melaksanakan upaya pemberantasan hepatitis B dan C,” katanya.

Untuk pengendalian hepatitis tidak bisa jika hanya memprioritaskan salah satunya saja, apakah itu hepatitis B atau C. Karena keduanya menurut Ali sama-sama penting dan dapat berakibat fatal bila tidak ditangani dengan tepat.

“Karena dua-duanya sama-sama jadi kanker,” lanjutnya.

Hepatitis dapat disebabkan oleh berbagai hal, di antaranya infeksi virus, parasit, bakteri, zat-zat kimia, auto imunitas, obat terlarang juga alkohol. Hepatitis B dan C dapat berkembang menjadi sirosis dan kanker hati, bahkan dapat menyebabkan diperlukannya transplantasi hati. Kabar baiknya adalah hepatitis B dapat dicegah melalui vaksinasi, dan kebanyakan infeksi hepatitis C dapat disembuhkan.

Source Kompas.

JAKARTA, KOMPAS.com – Hepatitis C adalah suatu penyakit infeksi pada hati yang disebabkan oleh virus hepatitis C. Apabila tidak segera ditangani akan berkembang menjadi sirosis dan kanker hati. Diagnosis hepatitis C harus segera dilakukan terutama bagi mereka yang termasuk kelompok risiko tinggi atau pernah terpapar darah yang diduga kontaminasi hepatitis C (HCV).

“Pemeriksaan darah awal dengan skrining anti-HCV dan pemeriksaan lanjutan bila anti HCV positif dengan HCV RNA kuantitatif dan genotipe HCV,” ujar Dr Unggul Budihusodo, SpPD-KGEH, Ketua Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia, Jumat, (24/6/2011).

Menurut Unggul, kriteria diagnostik infeksi HVC ada dua, yakni pada hepatitis C akut dan hepatitis C kronik. Namun yang menjadi masalah saat ini ada pada hepatitis C kronik, karena harus dilakukan pemeriksaan HCV RNA (biaya mahal).

“Dan kalau sudah ketemu belum tentu pasiennya mampu beli obat,” cetusnya.

Unggul menuturkan, dari hasil survei yang telah dilakukannya diketahui bahwa, hanya 20 persen orang terdiagnosis yang mampu membeli obat. Sedangkan 80 persen tidak berobat karena tidak mampu.

“Kenapa harus segera memberi obat? Karena, bila sudah terjadi sirosis lanjut, satu-satunya pengobatan hanya transplantasi,” kata Unggul.

Sementara Prof Dr Ali Sulaiman, PhD, SpPD-KGEH, Divisi Hepatologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, mengatakan, untuk terapi transplantasi hati paling murah saat ini ada di China (Rp 700 juta).

“Sedangkan di Singapura harus siap Rp 3 miliar,” ungkapnya.

Karena itu, sebelum sampai pada tahap yang lebih parah, Ali mengungkapkan perlu kiranya masyarakat mengenali tanda dan gejala dari penyakit ini. Walaupun infeksi Hepatitis C ini juga sering disebut sebagai infeksi terselubung karena infeksi dini seringkali tidak bergejala sehingga sering terlewatkan. Kalaupun ada, gejala umumnya hanya ringan dan mirip dengan flu, seperti agak lemas, mual, nyeri otot dan persendiaan, rasa tidak enak didaerah dekat hati.

Source Kompas


Jakarta, Hepatitis kronis kadang tidak memunculkan gejala namun bisa berkembang menjadi kanker hati yang mematikan jika tak diobati. Sementara itu, harga obatnya masih sangat mahal sehingga diperkirakan 1,5 juta pengidapnya terancam kanker hati.

Direktur Pengendalian Penyakit Menular Langsung (PPML) Kementerian Kesehatan, Dr HM Subuh, MPMM memperkirakan jumlah penderita Hepatitis B dan C di Indonesia mencapai 20 juta. Kedua jenis hepatitis tersebut paling berisiko untuk berkembang menjadi kronis.

Sekitar 50 persen dari penderita hepatisis yang disebabkan oleh Hepatitis Virus tipe B (HBV) dan C (HCV) berpotensi menjadi chronic liver disease atau penyakit hati kronis. Jika tidak diobati dengan baik, 10 persen di antaranya akan menjadi kanker hati dalam 20-35 tahun.

“Artinya 1,5 juta orang Indonesia (yang menderita hepatitis kronis) berpotensi terkena kanker hati,” ungkap Dr Subuh dalam jumpa pers di Gedung Kementerian Kesehatan, Jumat (24/6/2011).

Meski sebenarnya butuh waktu lama untuk berkembang menjadi kanker, pengobatannya kadang sulit dilakukan mengingat gejalanya seringkali tidak tampak. Sementara itu, belum semua orang Indonesia menyadari pentingnya melakukan skrining hepatitis.

Namun untuk mewajibkan skrining, Dr Subuh mengatakan pemerintah butuh perencanaan yang benar-benar matang agar hasilnya efektif. Jika harga obatnya masih mahal, skrining tidak akan banyak berguna karena pasien yang terdiagnosis belum tentu bisa membeli obatnya.

“Sekali suntik interferon (obat hepatitis) paling tidak butuh Rp 2 juta, padahal paling tidak harus dilakukan rutin tiap minggu, selama 48 minggu. Banyak pasien harus jual mobil bagus hanya untuk berobat,” ungkap ketua Perhimpunan Peneliti Hati Indonesia (PPHI), Dr Unggul Budihusodo, SpPD-KGEH.

Dr Unggul memperkirakan dari seluruh pasien yang terdiagnosis hepatitis, hanya sekitar 20 persen yang mampu mengakses obat semahal itu. Selebihnya hanya bisa mengandalkan obat-obat herbal, sekedar untuk memperlama perkembangan penyakitnya sebelum tidak menjadi sirosis (mengkerut).

Seperti diberitakan detikHealth sebelumnya, salah satu langkah yang tengah dirancang pemerintah untuk mengatasi mahalnya harga obat hepatitis adalah dengan compulsary license atau pengambilalihan paten. Dengan membeli paten dari perusahaan farmasi, harga obat hepatisis diharapkan bisa ditekan semurah mungkin.

(up/ir)

bergaya hidup sehat

Susah. Itu satu kata yang bisa terucap manakala saya mencoba untuk bergaya hidup sehat. Minum air putih, no soda at all, makan sayur dan buah, no junk food at all. Wah berat sekali, apalagi untuk saya yang maunya serba instant, makan tinggal datang ke warung dan comot sana comot sini, minum tinggal buka dari sachet dan taruh air dari dispenser.

Susah sekali untuk bergaya hidup sehat ini. Tetapi setidaknya saya punya kegemaran makan pecel, good point untuk memula gaya hidup sehat ini. Nah sekarang saya mencoba untuk memulai minum jus buah secara teratur. Tentu saja minuman ini saya buat sendiri di rumah. Resepnya: 1 buah Tomat, 2 Buah Wortel dan 2 Buah Apel. Rasanya segar juga. Bude saya yang meminta kita berdua untuk memulai bergaya hidup sehat, apalagi setelah beliau tahu saya pernah memiliki sakit liver.

Imbasnya, harus rajin rajin mencuci juicer yang saya punya. Ini yang agak berat, maklum karena saya terbiasa instant. Pengennya jus tinggal minum saja, dan buang kotak-nya ke tempat sampah. Tetapi bude inginnya yang original, fresh, organik dari alam. Jadilah kita harus membuat sendiri jus buah tersebut.

Berdasarkan literatur literatur yang saya baca, bergaya hidup sehat terutama mengenai makanan dan minuman yang masuk ke tubuh kita, akan sangat membantu kita. Radikal bebas akan menghilang, racun racun akan menghilang, dan efek sampingnya tubuh kita akan lebih sehat.

Yuk, teman teman yang pernah sakit liver, kita berusaha bergaya hidup sehat, makan makan bergizi dan alami, hindari makanan kaleng yang berbahan pengawet. Dengan bergaya hidup sehat ini semoga umur kita bisa lebih lama lagi.

Hepatitis itu artinya Radang Hati.
Penyebabnya bermacam macam, bisa karena virus, obat keras, keracunan kimia dan macam-macam.
Teman-ku baru saja kena sakit typhus, dan menjelang sembuh dokternya menyatakan dia terkena “Hepatitis”.

Menurutku itu adalah Radang Hati karena terkena obat keras dan bukan karena virus dan semoga saja peradangan tersebut tidak parah. Biar kita semua bisa kerja bersama lagi.

Imunisasi Hepatitis

Imunisasi Hepatitis sangat di perlukan untuk mereka yang ingin mencegah penularan penyakit hepatitis.
Imunisasi hepatitis ini saat ini sudah bisa di berikan kepada balita di indonesia, bahkan termasuk program wajib untuk di berikan kepada balita.
Sebutannya adalah DPT Combo, jadi merupakan gabungan imunisasi DPT dengan hepatitis B, diberikan kepada balita secara bertahap, dalam 3 kali.Untuk Hepatitis A, diberikan pada saat balita berumur 2 tahun.

Imunisasi hepatitis yang ada saat ini baru Hepatitis A dan B. Untuk hepatitis C, vaksinasinya masih dalam tahap penelitian, jadi belum ada di pasaran.Mari kita berharap, semoga para ilmuwan bisa secepatnya menemukan vaksin hepatitis C.

Pertanyaan berikutnya, apa yang bukan balita tidak boleh mengambil imunisasi tersebut ?
Boleh saja, tetapi harus melalui serangkain test oleh dokter internist.
Umumnya, dokter akan meminta kita melalui uji-darah di laboratorium untuk memastikan apakah virus hepatitis sudah hadir di tubuh kita. Jikalau belum, dokter akan memeberikan kita suntikan vaksin hepatitis itu.
Harganya ? jangan di lihat harganya, tapi lihat faedahnya.

Semoga bermanfaat

BERIKAN PERHATIAN PADA HATI ANDA

Hati (liver) merupakan organ terbesar dalam tubuh manusia. Di dalam hati terjadi proses-proses penting bagi kehidupan kita, yaitu proses penyimpanan energi, pembentukan protein dan asam empedu,  pengaturan metabolisme kolesterol, dan penetralan racun/obat yang masuk dalam tubuh kita. Sehingga dapat kita bayangkan akibat yang akan timbul apabila terjadi kerusakan pada hati.

Beberapa Penyakit Hati antara lain :

1.   Penyakit hati karena infeksi (misalnya hepatitis virus)
Yaitu ditularkan melalui makanan & minuman yang terkontaminasi, suntikan, tato, tusukan jarum yang terkontaminasi, kegiatan seksual, dll.

2.   Penyakit hati karena racun (misalnya karena alkohol atau obat tertentu)
Alkohol bersifat toksik terhadap hati. Adanya penimbunan obat dalam hati (seperti acetaminophen) maupun gangguan pada metabolisme obat dapat menyebabkan penyakit pada hati.

3.   Genetik atau keturunan (misalnya hemochromatosis)

4.   Gangguan Imun (misalnya hepatitis autoimun)
Penyakit autoimun merupakan penyakit yang ditimbulkan karena adanya perlawanan terhadap jaringan tubuh sendiri. Pada hepatitis autoimun umumnya yang dilawan adalah sel-sel hati, sehingga terjadi peradangan yang kronis.

5.   Kanker (misalnya Hepatocellular Carcinoma)
Kanker hati dapat disebabkan oleh senyawa karsinogenik diantaranya aflatoxin, polyvinyl chloride (bahan pembuatan plastik), virus, dll. Aflatoxin merupakan racun yang diproduksi oleh Aspergillus flavus dan dapat mengkontamisani makanan selama penyimpanan, seperti kacang-kacangan, padi & singkong terutama pada daerah tropis. Hepatitis B dan C maupun sirosis hati dapat berkembang menjadi kanker hati.

Bentuk perhatian pada HATI dapat kita lakukan dengan menghindari hal-hal yang dapat menimbulkan penyakit hati

Beberapa penyakit hati yang umum terjadi dan pemeriksaan laboratorium untuk mendeteksi :

HEPATITIS
Hepatitis adalah peradangan pada sel-sel hati. Virus merupakan penyebab hepatitis yang paling sering, terutama virus hepatitis A, B, C, D dan E. Pada umumnya penderita hepatitis A & E dapat sembuh, sebaliknya hepatitis B & C dapat menjadi kronis. Virus hepatitis D hanya dapat menyerang penderita yang telah terinfeksi virus hepatitis B dan dapat memperparah keadaan penderita.

Pemeriksaan laboratorium diperlukan untuk memastikan diagnosis hepatitis karena penderita hepatitis sering tidak bergejala atau gejala tidak khas.

Pemeriksaan untuk hepatitis akut :

    * Enzim GOT, GPT
    * Penanda hepatitis A (Anti HAV IgM)
    * Penanda hepatitis B (HBsAg, Anti HBc IgM)
    * Penanda hepatitis C (Anti HCV, HCV RNA)
    * Penanda hepatitis E (Anti HEV IgM)

Pemeriksaan untuk hepatitis kronis :

    * Enzim GOT, GPT
    * Penanda hepatitis B (HBsAg, HBe, Anti HBc, Anti HBe, HBV DNA)
    * Penanda hepatitis C (Anti HCV, HCV RNA)

Penanda imunitas :

    * Anti HAV
    * Anti HBsAg

SIROSIS HATI
Sirosis hati adalah keadaan penyakit yang sudah lanjut dimana fungsi hati sudah sangat terganggu akibat banyaknya jaringan ikat di dalam hati. Sirosis hati dapat terjadi karena virus Hepatitis B dan C yang berkelanjutan, karena alkohol, salah gizi, atau karena penyakit lain yang menyebabkan sumbatan saluran empedu. Sirosis tidak dapat disembuhkan, pengobatan dilakukan untuk mengobati komplikasi yang terjadi (seperti muntah dan berak darah,  asites/perut membesar, mata kuning serta koma hepatikum).

Pemeriksaan untuk mendeteksi sirosis hati : Enzim GOT, GPT (rasio GOT/GPT > 1), Waktu Protrombin, Protein Elektroforesis

KANKER HATI
Kanker hati terjadi apabila sel kanker berkembang pada jaringan hati. Kanker hati yang banyak terjadi adalah Hepatocellular carcinoma (HCC). HCC merupakan komplikasi akhir yang serius dari hepatitis kronis, terutama sirosis yang terjadi karena virus hepatitis B, C dan hemochromatosis.

Pemeriksaan untuk mendeteksi kanker hati : AFP, PIVKA II

PERLEMAKAN HATI
Perlemakan hati terjadi bila penimbunan lemak melebihi 5 % dari berat hati atau mengenai lebih dari separuh jaringan sel hati. Perlemakan hati  ini sering berpotensi menjadi penyebab kerusakan hati dan sirosis hati. Kelainan ini dapat timbul karena mengkonsumsi alkohol berlebih disebut ASH (Alcoholic Steatohepatitis), maupun  bukan karena alkohol disebut NASH (Nonalcoholic Steatohepatitis).

Pemeriksaan pada perlemakan hati : Enzim GOT, GPT, Fosfatase Alkali

KOLESTASIS DAN JAUNDICE
Kolestasis merupakan keadaan akibat kegagalan memproduksi dan /atau pengeluaran empedu. Lamanya menderita kolestasis dapat menyebabkan gagalnya penyerapan lemak dan vitamin A, D, E, K oleh usus, juga adanya penumpukan asam empedu, bilirubin dan kolesterol di hati.

Adanya kelebihan bilirubin dalam sirkulasi darah dan penumpukan pigmen empedu pada kulit, membran mukosa dan bola mata  disebut jaundice. Pada keadaan ini kulit penderita terlihat kuning, warna urin menjadi lebih gelap, sedangkan faeces lebih terang.

Pemeriksaan untuk kolestasis dan jaundice : Fosfatase Alkali, Gamma GT, Bilirubin Total, Bilirubin Direk

HEMOCHROMATOSIS
Hemochromatosis merupakan kelainan metabolisme besi yang ditandai dengan adanya pengendapan besi secara berlebihan di dalam jaringan. Penyakit ini bersifat genetik/keturunan.

Pemeriksaan laboratorium untuk hemochromatosis : Transferin, Ferritin

TIPS bagi Penderita Penyakit Hati

–      Diet seimbang. Jumlah kalori yang dibutuhkan disesuaikan dengan tinggi badan, berat badan, dan aktivitas. Pada keadaan tertentu diperlukan diet rendah protein

–     Banyak makan sayur dan buah serta melakukan aktivitas sesuai kemampuan untuk
mencegah sembelit

–     Menjalankan pola hidup yang teratur

–     Konsultasi dengan dokter Anda

TIPS Mencegah Hepatitis

   1. Senantiasa menjaga kebersihan diri dan lingkungan
   2. Menghindari penularan melalui makanan & minuman yang terkontaminasi, suntikan, tato, tusukan jarum yang terkontaminasi, kegiatan seksual, dll.
   3. Bila perlu menggunakan jarum yang disposable/sekali pakai
   4. Pemeriksaan darah donor tehadap hepatitis virus
   5. Program vaksinasi hepatitis B

Source

Saat ini Vaksin Hepatitis B diberikan kepada anak anak melalui metode suntikan beserta dengan suntikan vaksin vaksin yang lainnya. Saat ini sedang dikembangkan metode pemberian vaksin melalui oral, sehingga diharapkan tidak menimbulkan rasa sakit kepada anak anak.

ITB dan LIPI sedang mengembangkan metode untuk membuat vaksin hepatitis B bisa di berikan melalui buah buahan, seperti pisang, kentang, dan tomat. Interesting sekali jika bisa tercapai.
Bagaimana pendapat anda ?

Source

Terapi Albumin pada Asites Refraktori

Pemberian albumin pada tindakan paracentesis meningkatkan respon terhadap pemberian diuretika pada pasien asites refraktori.

Asites
adalah satu kondisi dimana terdapat akumulasi cairan berlebih yang
mengisi rongga peritoneal. Diperkirakan sekitar 85 % pasien
asitesadalah pasien sirosis hati atau karena penyakit hati lainnya yang
parah. “Hampir 60 % pasien sirosis hati akan menjadi asitesdalam masa
10 tahun,” jelas Prof. Dr. H.M. Sjaifoellah Noer SpPD-KGEH dari divisi
Hepatologi, Departemen Penyakit Dalam FKUI, Jakarta dalam Liver Up Date
2006 di Hotel Borobudur Jakarta, 28-30 Juli lalu. Namun, sekitar 15 %
pasien asitestidak disebabkan oleh gangguan fungsi hati retensi cairan.
Asitesyang terjadi dapat berupa asitestransudatif atau eksudatif.

Asites
pada sirosis merupakan prognosis yang buruk karena menyebabkan kematian
sebesar 50 % dalam waktu tiga tahun jika tanpa transplantasi liver.
Dari prevalensi ascites, 10 % nya adalah asites refraktori yang umumnya
diterapi dengan pemberian diuretika. “Asitesdikategorikan refraktori
bila tidak bisa dimobilisasi atau dicegah dengan terapi medis. Gejala
umum pada asites refraktori adalah asites mengalami kekambuhan sesudah
tindakan paracentesis, meningkatnya risiko sindroma hepatorenal, dan
prognosis yang buruk,” tambahnya lagi.

Dalam melakukan terapi
pada asites refraktori perlu diperhatikan mengenai durasi pengobatan,
respon yang lambat, kekambuhan asitesyang cepat, serta komplikasi yang
dipicu oleh pemberian diuretika. Pilihan terapi untuk asites
refraktoriadalah, terapi paracentesis, TIPS (transjugular intrahepatic
portosystemic shunting), peritoneovenus shunts, dan transplantasi hati.

Terapi
paracentesis merupakan pengobatan lini pertama untuk asites refraktori
karena penerimaannya yang luas di kalangan medis. Prosedur ini
merupakan pengulangan pemberian large volume paracentesis (LVP)
ditambah albumin. Pemberian LVP 5 L/hari dengan infus albumin (6-8 g/l
ascites yang dibuang) lebih efetif mengeliminasi asites dan
menghasilkan komplikasi yang minimal jika dibandingkan dengan terapi
diuretika.

Kombinasi paracentesis dengan infus albumin ini juga
menyingkat masa perawatan di rumah sakit. Tindakan paracentesis dapat
dilakukan tiap 2 hingga 4 pekan tanpa keharusan opname. Namun tindakan
ini tidak berarti menghilangkan kebutuhan akan diuretic (spironolakton
atau furosemida), karena kekambuhan asites bisa ditunda pada pasien
yang menerima diuretik pascaparacentesis. Hipovolemia pascaparacentesis
efektif bisa dicegah dengan pemberian albumin dibandingkan pemberian
plasma sintetik ekspander.

Sesudah paracentesis, pasien harus
melakukan diet sodium rendah (70-90 mmol/hari). Pasien yang menerima
diuretika dosis tinggi harus mengecek kadar sodium pada urine, jika
kurang dari 30 mEq/hari maka pemberian diuretika harus dihentikan.
Komplikasi pada asites refraktori yang tidak diintervensi dengan
pengobatan akan berkembang menjadi infeksi SBP (spontaneous bacterial
peritonitis), sindrom hepatorenal, hepatic encephalopathy, dan
kerusakan fungsi sirkulasi.

“Kondisi hipoalbuminemia kerap
dijumpai pada sirosis hati. Hal ini disebabkan oleh penurunan mekanisme
sintesa karena disfungsi liver atau diet protein rendah, peningkatan
katabolisme albumin, serta adanya asites. Albumin sendiri disintesa
secara lengkap pada organ hati,”lanjut Prof. H.M Sjaifoellah.

Indikasi
terapi albumin pada sirosis hati adalah adanya asites, sindrom
hepatorenal, adanya SBP, dan kadar albumin di bawah 2,5 g%. Penggunaan
albumin dimaksudkan untuk memelihara colloid oncotic pressure (COP),
mengikat dan menyalurkan obat, dan sebagai penangkap radikal bebas.
Albumin juga memiliki efek antikoagulan, efek prokoagulatori, efek
permeabilitas vaskular, serta ekspansi volume plasma.

Source