Vonis Mati tidak Selalu Harga MatiBERDASARKAN data pada National Cancer Centre Singapore (NCCS), salah satu rumah sakit umum terbesar milik pemerintah Singapura yang menjadi pusat pengobatan dan pencegahan kanker di Singapura, pada tahun 2000, laki-laki yang terserang kanker mencapai 5,3 juta jiwa. Sedangkan, kaum wanita hanya 4,7 juta jiwa. Dari jumlah itu, penderita yang meninggal dunia tercatat sebanyak 6,2 juta jiwa.
Hal itu dibenarkan Prof. London Luncien Ooi Peng Jin, Kepala Hepatobiliari, Bedah Onkologi, dan Kepala Bedah Hepatobiliari di NCCS, ketika ditemui “PR” di NCCS, Singapura, akhir April lalu. Bahkan, hasil research yang dilakukan para dokter di NCCS yang berada di bawah Singapore Health (SingHealth), penderita kanker di dunia pada tahun 2020, diperkirakan 15 juta jiwa, mungkin bisa lebih.
Di Asia sendiri, sepuluh besar jenis kanker yang umum ditemukan adalah paru-paru, payudara, hati, colorectal, servix (leher rahim), perut, kelenjar getah bening (non-hodgkin lymphoma/NHL), nasopharinx, leukemia, dan ovary (indung telur).
Kanker hati
Di Singapura, katanya, kanker hati merupakan penyakit pembunuh nomor dua di antara kaum pria dan yang kelima di antara kaum wanita. Tidak kurang dari 80 persen penderita kanker hati atau karsinoma hepatoseluler (HCC), diderita pasien yang memiliki penyakit Hepatitis B. Sedangkan di dunia, kanker hati merupakan penyakit ke-4 yang paling lazim ditemukan, dengan 626.000 kasus baru terjadi setiap tahunnya.
Kanker hati menyerang tubuh secara perlahan. Karena jenis kanker tersebut tidak menunjukkan gejala yang jelas. Bahkan, kebanyakan penderita tidak merasakan sakit apa pun. Akibatnya, ketika kanker hati terdeteksi, tumor yang menyerang penderita sudah sangat besar. Biasanya, kanker hati lebih banyak ditemukan pada penderita hepatitis dan yang suka mengonsumsi alkohol atau minuman keras.
Oleh karena itu, penderita hepatitis B carrier harus lebih berhati-hati karena risiko mereka terjangkit kanker hati, 100-300 kali lebih besar daripada yang bukan hepatitis B carrier. Untuk itu, penderita hepatitis B carrier harus mempunyai pola hidup sehat dan melakukan check up secara teratur. Selain itu, sebaiknya, mereka tidak mengonsumsi alkohol. Karena alkohol itu akan merusak hati yang sudah telanjur rusak oleh virus hepatitis.
Menurut Prof. Ooi, sepuluh tahun lalu, para dokter mungkin tidak bisa membantu pasien yang menderita tumor atau kanker, termasuk kanker hati sebesar 5 cm. Karena pada saat itu, pengangkatan tumor lewat operasi sukar dilaksanakan. Akibatnya, kanker sebesar itu sudah dianggap sebagai penyakit yang tidak bisa lagi diobati atau dioperasi.
Namun, dengan perkembangan teknologi kedokteran saat ini, penderita kanker, termasuk kanker hati, bisa disembuhkan, dengan cara operasi bedah. Karena, sejak tahun 1996, NCCS sudah melakukan lebih dari 400 kasus bedah pengangkatan tumor hati dengan sukses, baik pasien dalam maupun luar negeri, termasuk dari Indonesia. Tumor yang diangkat berkisar lebih dari 2 – 30 cm, dengan rata-rata sebesar 8 cm. Waktu yang diperlukan oleh tim dokter di NCCS untuk pembedahan pun sekira 150 menit atau 2,5 jam. Si pasien rata-rata tinggal di rumah sakit NCCS selama lima hari, dengan angka kematian lebih kecil dari 2,17 persen.
Masih menurut Prof. Ooi, jika pasien tidak mendapatkan perawatan setelah didiagnosis kanker hati, harapan hidupnya rata-rata antara 3 – 6 bulan. Karena itu, tumor hati maupun tumor lainnya, lebih baik diobati dengan cara dibedah. Tim ahli bedah di NCCS, telah menjalankan 80 sampai 100 kasus operasi hati setiap tahunnya. Operasi dilaksanakan oleh sekelompok dokter, untuk mendapatkan hasil yang terbaik sampai dengan 45 persen untuk 5 tahun angka kelangsungan hidup, hampir dengan standar dunia.
Sedangkan, untuk kanker hati metastatik (yang sudah menyebar-red.) katanya, walaupun sudah dikategorikan pada stadium akhir, mereka masih berupaya untuk tetap menyembuhkan atau paling tidak mengurangi rasa sakit pada si pasien. Tim dokter di rumah sakit itu pun berhasil menyelamatkan beberapa pasien yang sudah “divonis mati” karena tidak bisa disembuhkan oleh rumah sakit lain.
Mereka melakukan kombinasi kemoterapi dan operasi pada pasien yang kankernya sudah sangat besar. Pada pelaksanannya, tim bedah bekerja sama dengan bagian radiasi onkologi dalam melakukan perawatan kepada sang pasien. Jika pembedahan kanker hati tidak mungkin dilakukan, tim dokter di sana berupaya melakukan upaya lain, dengan radio frekuensi ablasi (RFA) dan kemoterapi lokal yang dikenal dengan nama transarterial chemoembolisation (TACE).
Bahkan, mereka memiliki alat yang paling canggih di Asia, yaitu Positron Emission Tomography cum Computer Tompography (PET
-CT), untuk mendeteksi kanker. Tak mengherankan, dengan kemajuan teknologi dan kepiawaian dokter-dokter ahli yang dimiliki NCCS, rumah sakit itu menjadi rujukan banyak pasien dari luar negeri, termasuk dari Indonesia. Contohnya, Herman pasien dari Jakarta yang ditemui “PR” pada 27 April 2006 di NCCS. Herman mengaku lebih memilih berobat ke NCCS setelah kecewa dengan pengobatan ahli bedah di Jakarta.
“Dua bulan lalu saya berobat ke salah satu dokter di Jakarta. Katanya, saya tidak apa-apa. Tapi, dua bulan kemudian, saya diinformasikan terkena kanker. Makanya, saya lebih memilih berobat ke sini,” tuturnya.
Selain menjadi rujukan pasien, NCCS pun banyak dijadikan acuan banyak dokter bedah kanker di berbagai negara di Asia, termasuk Indonesia atau pun Eropa, juga Amerika Serikat. Mereka sengaja datang ke NCCS untuk mengikuti training di rumah sakit itu. Karena selain pengobatan, NCCS yang merupakan salah satu rumah sakit terbesar yang melakukan research di bidang bedah kanker.
Kanker leher dan kepala
Selain kanker hati, di Asia juga banyak ditemukan penderita kanker kepala dan leher. Dari jumlah penderita kanker di dunia, ternyata enam persen di antaranya menderita kanker kepala dan leher. Kanker tersebut banyak menyerang kaum pria yang usianya di atas 50 tahun.
“Di antara berbagai jenis kanker yang ada, kanker kepala dan leher termasuk yang paling sulit disembuhkan. Jenis kanker itu cenderung muncul di negara-negara yang orang-orang mengonsumsi rokok dan alkoholnya tinggi, termasuk di Indonesia. Biasanya, kanker itu menyerang bagian mulut, kerongkongan, sinus, rongga hidung, pangkal tenggorokan, dan kelenjar lidah,’ kata Prof. Ooi.
Namun, banyak orang mengabaikan jenis kanker yang satu ini.
Diperkirakan hanya 15 – 25 persen penderita kanker kepala dan leher yang datang ke dokter atau rumah sakit untuk memeriksakan dan mengobati penyakitnya. Diduga, hal itu karena gejalanya dianggap umum.
Gejala umum yang sering ditemukan pada penderita kanker leher dan kepala, di antaranya sukar mengunyah atau sakit menelan, perubahan suara, sakit telinga, dan pendarahan pada mulut atau tenggorokan. Gejala lainnya, rasa sakit pada mulut lebih dari dua minggu, pembengkakan pada bagian atas bibir, leher atau kerongkongan, lidah atau rahang sulit digerakkan, muncul tambalan merah atau putih yang tidak biasa pada mulut.
Prof. Ooi mengatakan, dua pertiga jenis kanker itu sudah ditangani oleh NCCS. Penderita kanker yang datang ke NCCS, didiagnosis dengan melakukan pengujian fisik dan pengecekan dengan alat dan komputer mutakhir. Hal itu dilakukan untuk memastikan keakuratan penyakit yang diderita si pasien. Dengan deikian, dokter dapat mengetahui bagaimana cara pengobatan kepada si penderita dengan baik dan efektif.
Karena itu, katanya, untuk mencegah timbulnya kanker hati, setiap orang harus mengontrol gaya hidupnya, mulai dari makanan, minuman, imunisasi, dan check up ke dokter atau rumah sakit. (Eri Mulyani/”PR”)**
source
Read Full Post »