Hepatitis B dan Bahayanya
MESKI kebanyakan kasus hepatitis B bisa sembuh dalam waktu enam bulan, sekitar 10 persen infeksi hepatitis B bisa berkembang menjadi infeksi kronis. Repotnya, infeksi kronis ini bisa menunjukkan gejala, bisa tidak. Pengidap virus hepatitis B yang tidak menunjukkan gejala disebut carriers atau “pembawa virus” dan tetap bisa menyebarkan penyakit kepada orang lain. Hepatitis B kronis meningkatkan risiko terjadinya kerusakan hati permanen, termasuk sirosis (parut pada hati) dan kanker hati.
Infeksi kronis pada hati menyebabkan terjadinya pembentukan jaringan ikat pada hati disertai perubahan pada susunan lobulus (anak baga) hati, sehingga hati berbenjol-benjol. Fungsi hati terganggu dan timbul berbagai komplikasi seperti penimbunan air di rongga perut (asites), gangguan pembekuan darah (koagulopati), peningkatan tekanan di pembuluh darah, serta gangguan fungsi otak (enselopati hepatik).
Gejala sirosis antara lain rasa lemah, penurunan berat badan, mual, muntah, bingung, impotensi, wasir, muntah darah, kuning, bengkak, sulit kencing, tinja berwarna pucat, sakit perut, kembung, serta demam.
Penimbunan air di rongga perut umumnya diobati dengan diuretik, serta mengurangi asupan air dan garam, gangguan pembekuan darah diobati dengan transfusi darah atau vitamin K, enselopati diatasi dengan obat lactulose serta antibiotik.
Kanker hati umumnya terjadi pada usia lanjut, sekitar 50-60 tahun. Prevalensi di Afrika dan Asia lebih tinggi daripada di Amerika dan Eropa. Penyebabnya selain infeksi hati kronis juga mikotoksin yang terdapat pada makanan.
Pengobatan dilakukan dengan operasi maupun transplantasi hati. Kanker hati termasuk kanker fatal, kemungkinan sembuh kecil, umumnya penderita meninggal tiga sampai enam bulan sejak didiagnosis.
BAGAIMANA mewaspadai virus mengerikan itu? Dalam situs kesehatan yahoo.com disebutkan, virus hepatitis B ditularkan lewat darah dan cairan tubuh lain. Mereka yang bekerja di sarana pelayanan kesehatan dan sering kontak dengan darah penderita paling berisiko kena, misalnya dokter, perawat, dokter gigi, serta tenaga kesehatan lain.
Hubungan seksual “tidak aman” dengan orang yang terinfeksi, transfusi darah, berbagi jarum suntik pada pengguna obat/narkotika suntikan, tato atau akupunktur dengan jarum yang terkontaminasi juga bisa menjadi jalur penularan. Selain itu, bayi berisiko terinfeksi dari ibu yang mengidap hepatitis B pada proses persalinan.
Mereka yang berisiko tinggi itu perlu mendapat vaksinasi hepatitis B.
Hepatitis B akut perlu waktu satu sampai enam bulan sejak terinfeksi sampai penyakit bermanifestasi. Gejala awal antara lain mual dan muntah, kehilangan nafsu makan, letih, lesu, serta nyeri otot dan sendi. Kemudian diikuti warna kekuningan pada tubuh, air kencing berwarna gelap, sebaliknya tinja berwarna pucat. Sekitar satu persen penderita meninggal pada tahap awal akibat kerusakan hati.
Makin dini infeksi terjadi, risiko menjadi kronis main besar. Lebih dari 90 persen bayi baru lahir yang terinfeksi hepatitis B mengalami hepatitis kronis. Persentase makin menurun dengan bertambahnya usia. Pada anak risiko 50 persen, sedang pada orang dewasa kurang dari lima persen.
Kerusakan yang ditimbulkan virus hepatitis B kebanyakan akibat respons tubuh terhadap infeksi. Respons kekebalan tubuh terhadap sel hati yang terinfeksi justru merusak sel dan menyebabkan radang hati. Akibatnya, enzim hati (transaminase) bocor dan masuk aliran darah. Hal ini menyebabkan kadar transaminase darah meningkat. Virus juga menghambat kemampuan hati untuk memproduksi faktor pembeku prothrombin.
Kerusakan hati mengganggu kemampuan tubuh untuk mengenyahkan bilirubin (produk pemecahan sel darah merah), sehingga timbul warna kuning pada kulit dan mata, serta air kencing berwarna gelap.
Cara paling jitu mencegah hepatitis B adalah melakukan vaksinasi. Semula vaksin hepatitis B dibuat dari darah manusia. Kini vaksin hepatitis B dibuat secara artifisial, tanpa menggunakan produk darah, sehingga bebas dari kemungkinan penularan virus hepatitis B dan AIDS. Vaksin baru ini aman dan efektif. Vaksinasi dilakukan dalam tiga tahap penyuntikan selama enam bulan untuk mendapatkan kekebalan penuh.
Untuk mengurangi penularan hepatitis B lewat transfusi darah dilakukan penapisan darah donor. Selain itu, kontak seksual dengan orang yang menderita hepatitis B akut maupun kronis seyogianya dihindari. Penggunaan kondom dapat mengurangi penularan.
HEPATITIS B akut tidak perlu pengobatan, cukup pemantauan terhadap fungsi hati dengan mengukur serum transaminase dan waktu pembekuan darah.
Dalam kasus langka kegagalan hati, penderita perlu dipantau di unit perawatan intensif. Kerusakan hati menurunkan kemampuan tubuh memecah protein, sehingga pasien perlu perawatan khusus. Transplantasi hati merupakan pengobatan yang paling tepat.
Pengobatan hepatitis B kronis dilakukan dengan cara mengurangi peradangan, gejala, dan infeksi. Interferon alfa rekombinan saat ini merupakan satu-satunya anti-virus yang disetujui untuk hepatitis. Obat ini mampu menghentikan replikasi virus pada 37 persen pasien.
Namun, obat ini selain harganya sangat mahal, ternyata tidak efektif pada kebanyakan pasien dan menimbulkan sejumlah efek samping. Antara lain gejala seperti flu, demam, kedinginan, rasa letih, nyeri otot, serta gemetar. Saat ini di Eropa sedang dilakukan uji coba interferon alami yang diharapkan memiliki lebih sedikit efek samping dan lebih efektif. (atk)
__________________
source dari Forum Kesehatan di WebGaul